Irjen PKP Ungkap Dugaan Korupsi BSPS di Sumenep

Home » Irjen PKP Ungkap Dugaan Korupsi BSPS di Sumenep



Inspektur Jenderal (Irjen) dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Republik Indonesia, Heri Jerman, telah mengungkapkan adanya indikasi penyuapan dana BSPS di bawah Kementerian PKP. Sebelumnya, kementerian ini memiliki nama lain yaitu Kementerian PUPR terkait dengan anggaran tahun fiskal 2024.

Setelah melaksanakan inspeksi mendadak dan beberapa investigasi, Heri mengidentifikasi total 18 dugaan pelanggaran. Dana Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Sumenep telah mencapai angka Rp109 miliar. BSPS adalah program dukungan dari pemerintah bagi mereka yang memiliki pendapatan rendah (MBR), guna membantu perbaikan hunian sendiri-sendiri. Tiap kepala keluarga memperoleh bantuan kurang lebih senilai Rp 20 juta dalam bentuk material konstruksi.

“Berkolaborasi dengan tim yang telah tiga kali pergi ke Sumenep guna mengumpulkan data dan fakta demi memperoleh validitas informasi. Kementerian menunjukkan komitmennya dalam membongkar kasus korupsi cukup kuat,” jelas Heri pada jumpa pers setelah melaporkan hal tersebut kepada Kejaksaan Negeri Sumenep, Senin (28/4).

Berdasarkan data dari Kementerian PKP, total dana yang dialokasikan untuk program BSPS di seluruh Indonesia adalah sekitar 445,81 miliar rupiah bagi 22.258 keluarga penerima manfaat. “Sumenep merupakan salah satu daerah penyandang dana tertinggi dengan anggaran senilai Rp109,80 miliar untuk pembangunan 5.490 unit hunian,” jelasnya.

Kementerian PKP mengambil sampling di 13 kecamatan. Setelah terjun ke lapangan diketahui jika mekanisme yang dijalankan tidak sepenuhnya berjalan.

“(Kita) mengantri di lapangan. (Mengamati) prosedur yang harus diterapkan ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan. Kami mengambil kesimpulan bahwa ada beberapa pelanggaran,” ungkapnya.

Heri menyebutkan 18 ditemukannya pelanggaran termasuk dalamnya bantuan yang salah sasaran, gaji karyawan tak dibayar, dan keadaan gedung yang berbeda dari laporan seharusnya.

“Saya menemukan bahwa pembayaran ke toko dilakukan dengan cara tunai oleh kepala desa dan bukannya melalui transfer uang dari rekening penerima bantuan. Namun, yang menerimanya diminta untuk menandatangi lembar pengambilan kosong,” jelasnya.

Heri Jerman menjelaskan bahwa dalam program BSPS, skemanya adalah membantu sebesar Rp20 juta di mana komponennya terdiri dariRp17,5 juta untuk pembelian material bangunan dan Rp2,5 juta sebagai upah tenaga kerja. Menurutnya, toko bangunan harus dipilih oleh pihak penerima manfaat, tetapi kondisi praktis sering kali tidak sesuai dengan aturan tersebut.

Maka, mereka yang menerima bantuan malah tak mengenal toko bangunan mana yang menyediakan materiannya. Dia menjelaskan, “Ditemukan juga fakta bahwa para penerima bantuan tidak mendapatkan biaya upah sebesar dua setengah juta rupiah.”

Menurutnya, tim juga mendatangi toko bangunan yang ditunjuk memberikan material. Nah, petugas malah menemukan pula adanya indikasi pengiriman uang ratutan juta ke rekening seseorang. “Beberapa kali dikirim ke rekening tersebut,” paparnya.

Paket diserahkan bersamaan dengan kode khusus, seperti mengirimkan uang sebesar Rp 400.003.000 atau empat rata-rata tiga ribu rupiah. Dia menjelaskan, “Ada suatu jenis kode spesial ini; contohnya adalah Rp 100.003.000.”

Ketika dimintai pendapat tentang apakah angka 3000 di bagian akhir dari jumlah tranfer adalah indikator sumber dana, Heri menyatakan ia tak memahaminya. Selanjutnya, penyelidik Kejara Sumenep lah yang bakal menerangkan semuanya. Dia menjelaskan, “Tugas tersebut menjadi tanggung jawab lembaga penegak hukum, yaitu kejaksaan. Saya hanya Irjen dan bertindak sebagai pengawas pada bermacam-macamm projek di Kementerian PKP.” (idr)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *