Kementerian Sosial bersama dengan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) sedang mengolah daftar berisi sepuluh nama kandidat potensial bagi penerima penghargaan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2025. Perihal tersebut, jumlah uang pensiun atau tunjangan terkait gelar pahlawan nasional untuk para pewaris juga menjadi topik diskusi yang cukup menarik perhatian.
Dari sepuluh nama kandidat yang diajukan untuk mendapatkan gelar itu, empat di antaranya merupakan nominasi baru: Anak Agung Gede Anom Mudita dari Bali, Deman Tende dari Sulawesi Barat, Midian Sirait dari Sumatera Utara, serta Yusuf Hasim asal Jawa Timur. Sedangkan keenam sisanya berasal dari daftar tadiangan tahun-tahun sebelumnya; yakni para tokoh seperti Abdurrahman Wahid, Bisri Sansuri, Idrus bin Salim Al-Jufri, Teuku Abdul Hamid Azwar, Abbas Abdul Jamil, dan juga Soeharto.
Akan tetapi, dari kesepuluh nama tersebut, yang terakhir menimbulkan polemik. Kedaulatan Presiden Soeharto selama 32 tahun sering disandingkan dengan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia, pengekangan atas kebebasan warga negara, serta perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Pemerintah lewat Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, dengan senang hati menerima saran itu. Dia berpendapat bahwa Soeharto pantas mendapatkan gelar tersebut.
Pahlawan Nasional
atas kontribusinya dalam pembangunan nasional, seraya mengimbau masyarakat untuk tidak hanya melihat sisi negatif dari kepemimpinannya.
“Pendapat yang disampaikan oleh Departemen Sosial kepada Presiden Soeharto menurut saya tidak ada salahnya jika kita berpikir demikian. Kami meyakini bahwa para mantan presiden pantas menerima kehormatan dari rakyat dan negeri ini,” jelasnya melalui pernyataan tertulis yang diperoleh Tirto pada hari Senin, 21 April 2025.
Tolakannya yang kuat terhadap memberikan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto berasal dari beberapa kelompok. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan bahwa usulan tersebut merupakan langkah tanpa dasar sejarah dan dapat menimbulkan rasa sakit pada para korban pelanggaran hak asasi manusia.
Peneliti hukum dari Lembaga Indonesia, Christina Clarissa Intania, juga ikut memberikan kritikan. Sebagaimana dia menyatakan, layanan militer tersebut memiliki kekurangan.
Soeharto
tidak bisa menyembunyikan rekaman suram yang mengiringi periode pemerintahannya.
Tolakannya juga berasal dari Koalisi Masyarakat Sipil Adili Soeharto, yaitu sekumpulan organisasi non-pemerintah dan kelompok keluarga para korban pelanggaran hak asasi manusia. Kelompok ini berpendapat bahwa memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto adalah hal yang tidak tepat mengingat ia belum pernah bertanggung jawab atas tindakan kriminal terhadap kemanusiaan maupun tuduhan penyuapan dengan nilai uang yang sangat besar.
“Soeharto secara mendasar tidak mempunyai integritas etika dan teladan seperti yang dijabarkan dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, serta Tanda Kehormatan sehingga layak mendapatkan gelar sebagai Pahlwan Nasional,” demikian tertulis dalam surat terbuka oleh Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto.
Selain itu, negara juga menghadiahkan bantuan keuangan kepada keluarga penerus dalam bentuk tunjangan yang bisa dicairkan sekaligus atau dengan cara bertahap. Kebijakan ini mencerminkan penghormatan sungguhan terhadap perbuatan mulia yang dilakukan oleh para pahlwan untuk membela kedaulatan dan merintis kemajuan negeri kita.
Besaran Tunjangan Gelar Pahlawan Nasional untuk Ahli Waris
Besaran tunjangan bagi ahli waris penerima gelar Pahlawan Nasional telah ditetapkan secara resmi dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2018. Aturan ini menyebutkan bahwa keluarga dari individu yang dianugerahi gelar tersebut berhak menerima tunjangan dalam bentuk uang tunai secara berkelanjutan.
Tunjangan yang diberikan kepada keluarga atau ahli waris adalah sebesar Rp50 juta per tahun. Nilai ini merupakan bentuk apresiasi negara atas jasa dan kontribusi besar pahlawan terhadap bangsa dan negara. Selain sebagai simbol penghormatan, pemberian tunjangan ini juga dimaksudkan untuk mendukung kesejahteraan keluarga pahlawan yang ditinggalkan.