.CO.ID – JAKARTA.
Sempadan rumor tentang pergantian Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) semakin terdengar kuat. Dirjen Pajak baru tersebut diminta untuk tidak mendukung kebijakan-kebijakan yang cenderung condong kepada kelompok besar korporasi, misalnya seperti program amnesti pajak.
tax amnesty
dan pembentukan
family office
.
Seperti yang kita ketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah memberikan persetujuannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak untuk dimasukkan ke dalam Daftar Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2025. Ini dilakukan setelah pemerintah menjalankan program serupa sebanyak dua kali. RUU tersebut diajukan oleh Komisi XI DPR.
Sementara pembentukan
family office
sudah disetujui oleh pemerintahan Joko Widodo mendekati akhir masa jabatannya.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa timnya sudah bekerja selama enam bulan terakhir guna menyiapkan pendirian DEN.
family office
Di Indonesia. Bahkan menurut Luhut,
family office
akan terwujud pada tahun ini.
Meskipun demikian, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar menggarisbawahi bahwa individu mana pun yang bakal memimpin sebagai Direktur Jenderal Pajak harus menentang kedua ide tersebut. Hal ini disebabkan karena kedua kebijakan itu tak mewujudkan prinsip keterpaduan dan adil dalam struktur perpajakan.
“Fenomena ini mencerminkan pilihan kebijakan perpajakan yang kurang adil, lebih condong pada golongan orang kaya dan sangat kaya. Selain itu, kedua opsi tersebut juga diyakini dapat merugikan tingkat kesadaran membayar pajak oleh warga,” jelas Fajry, sebagaimana dikutip kemarin.
Bukan hanya itu saja, Fajry menggarisbawahi bahwa keduanya justru memiliki efek merugikan bagi pendapatan negara. Dia menyatakan keraguannya tentang adanya manfaat yang bisa dirasakan secara positif.
tax amnesty
bagi penerimaan negara,” imbuhnya.
Sebelumnya,
Direktur Penelitian dan Konsultasi Fiskal
Menurut Bawono Kristiaji dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC), pemerintah serta DPR harus memperhatikan keenam aspek ini terlebih dahulu sebelum melaksanakan kegiatan tersebut.
tax amnesty
lagi.
Pertama,
setoran pajak
tax amnesty
Yang dijalankan secara beruntun dalam kurun waktu yang dekat akan menghasilkan output yang tak se besar dari masa pengambilan sebelumnya.
Kedua
, dasar pajak pada beberapa tahun terakhir malah meningkat dengan angka dua digit tanpa adanya program khusus
tax amnesty
.
Minat investor
Ketiga,
penyelenggaraan
tax amnesty
secara terus-menerus bisa memperlemah kesadaran untuk menaati dengan rela. Malahan, pelaksanaannya
tax amnesty
Justru mengirimkan pesan kepada para wajib pajak bahwa otoritas tampaknya lemah dan kurang berdaya dalam melaksanakan tugas pengawasan hukum.
Keempat,
tax amnesty
Bukan faktor penentu utama bagi pengusaha dalam mengalokasikan modal, tetapi lebih pada sistim perpajakan serta aspek-aspek non-pajak lainnya.
Kelima,
tax amnesty
Dapat mengecilkan kesenjangan ekonomi serta memastikan bahwa bebannya dipajaki dengan adil.
Keenam,
tax amnesty
dapat menjadi tanda dimulainya pelaksanaannya
coretax administration system
, pembentukan badan perpajakan baru, penetapan tarif pengenaan biaya tambahan, serta hal-hal serupa.
Pimpinan Bagian Studi dan Evaluasi Kebijakan Perpajakan dari Konsultan Pajak Indonesia Pino Siddharta setuju dengan kebijakan tersebut.
tax amnesty
Bisa menjadi opsi cadangan, melihat kondisi penerimaan pajak sekarang sedang menghadapi tantangan. Namun,
tax amnesty
akan merugikan wajah yang telah taat pajak.
Pino pun mengingatkan pemerintah untuk berpikir ulang tentang rencana mendirikan hal tersebut.
family office
karena dianggap menimbulkan ketidaknyamanan terhadap rasa keadilan para wajib pajak.
”
Family office
juga tidak pasti akan menarik perhatian investor luar negeri,” ungkap Pino.